11 Patriot
Saya harap sinopsis ini akan membantu mengurangi rasa penasaran orang yang belum pernah baca novel ini.
Novel ini mengisahkan seorang anak yang bernama
ikal yang bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola dan menjadi
kebanggaan ayahnya.Kecintaan Ikal pada bola berawal dari ketika
ia menemukan album foto yang disembunyikan dari orang tuanya. Karena
rasa penasaran itulah akhirnya ikal tahu kenapa ayahnya jalan
terpincang-pincang, punggung penuh dengan luka dan ia juga tau akan
kekejaman penjajahan pada saat itu.
Ternyata ayahnya adalah satu dari tiga
bersaudara yang sangat mencintai sepak bola yaitu si bungsu. Ayah Ikal
yang berperan sebagai pemain sayap kiri.
Kepiawaian mereka di lapangan sepakbola dianggap
Belanda, yang zaman itu menduduki Indonesia, sebagai ancaman yang tidak
main-main.
Van Holden, sebagai utusan VOC di Indonesia, memahami
bahwa keberadaannya di negeri ini berkaitan juga dengan politisi utusan
ratu Belanda. Setiap aspek, termasuk sepak bola, adalah politik dan ia
akan menggunakannya untuk satu tujuan yaitu melanggengkan pendudukan
Belanda di Indonesia. Lagipula selama ini tak ada yang berani
mengalahkan tim sepakbola gabungan Belanda. Maka, kepopuleran tiga
bersaudara itu dapat mengancamnya dari dua sisi. Simpati pada tiga
bersaudara itu dapat berkembang menjadi lambang pemberontakan sekaligus
mengancam kejayaan tim sepakbola Belanda. Mau tidak mau mereka harus
dibungkam.
Demi
untuk memuluskan tujuannya, Van Holden melakukan berbagai cara. Dari
melarang ketiga saudara itu tampil dalam kompetisi sepak bola sampai
mengurung dan memberlakukan hukuman kerja rodi kepada pelatih dan tiga
bersaudara itu. Sekembali dari pulau buangan, tiga saudara kembali
bekerja di parit tambang. Tak lama kemudian ada kompetisi bola antara
tim Belanda melawan para kuli parit tambang. Sebelas pemain, sebelas
patriot, termasuk di dalamnya tiga bersaudara kembali bermain.
Pertandingan itu dimenangkan oleh tim parit tambang
dengan skor 1-0. Gol satu-satunya yang dicetak oleh si bungsu. Ribuan
penonton menyerbu lapangan dan si bungsu, Ayah Ikal, seperti
kebiasaannya setiap bermain, meneriakkan Indonesia! Indonesia!. Kalimat
itu disambut oleh teriakan ribuan penonton lainnya. Indonesia!
Indonesia! Teriakan penuh semangat yang membahana dan tanpa henti.
Belanda berang mendengarnya.
Usai
pertandingan pelatih dan tiga bersaudara diangkut ke tangsi. Mereka
dikurung selama seminggu. Ayah Ikal pulang dengan tempurung kaki kiri
yang hancur. Sejak saat itu ia tidak bisa bermain sepak bola lagi.
Kecintaan
Ayah pada sepak bola dan PSSI, kemudian membuat Ikal bertekad untuk
menjadi pemain sepakbola dan bergabung dengan tim PSSI.